I’JAZ AL-QURAN
A. PENGERTIAN
1. Pengertian I’jaz Al-QuranPengertian I’jaz menurut bahasaUntuk mendapatkan makna i’jaz al-Quran,
Yang merupakan kata majemuk yang dalam bahasa Arab dinamakan tarkib idhofi, terlebih dahulu kita harus memahami makna i’jaz secara etimologi. I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Dikatakan : a’jazani al-amru, artinya: “perkara itu luput dariku”. Makna leksikal kedua adalaha “membuat tidak mampi”, seperti dalam contoh a’jaza akhoohu “dia telah membuat saudaranya tidak mampi” manakala dia telah menetapkan ketidakmampuan saudaranya itu dalam suatu hal. Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati
Zaid tidak mampu”.[1]Pengertian I’jaz menurut istilahPenampakan kebenaran pengklaiman kerasulan nabi Muhammad SAW
dalam ketidakmampuan orang Arab untu menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu
al-Quran.[2] Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan fungsi
ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan hokum alam dan membuat orang lain
tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya.[3] Jadi I'jaz al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas
kekuatan susunan lafal dan kandungan Al-Qur'an, hingga dapat mengalahkan
ahli-ahli bahasa Arab dan ahli-ahli lain.[4]. Tujuan I’jazul Qur’anDari pengertian yang telah diuraikan di atas, dapatlah diketahui
bahwa tujuan i’jazul Qur’an itu banyak, di antaranya yaitu :
1) Membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw yang membawa mukjizat kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi al-Qur’an kepada mereka yang ingkar.
2) Membuktikan bahwa kitab al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad saw. Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat tandingan seperti al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa al-Qur’an itu bukan buatan manusia.
3) Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti al-Qur’an, yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al-Qur’an.
4) Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu.
2. Pengertian MukjizatMukjizat secara etimologi diderivasi dari kata I’jaz yang berarti lemah atau tidak mampu.
I’jaz merupakan mashdar (abstract noun) dari kata a’jaza yang berarti berbeda dan mengungguli. Mukjizat dalam istilah (terma) para ulama adalah suatu hal yang luar biasa yang disertai tantangan dan tidak dapat ditandingi.Dengan makna yang sama, Quraish Shihab menjabarkan mukjizat sebagai istilah yang terambil dari kata أعجز yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya yang melemahkan disebut mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamakan معجزة. Tambahan ta’ marbuthah (ة) pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Menurut Subhi al Shalih dan Muhammad Ali Ash
Shabuni, I’jaz berarti lemah atau tidak mampu kepada yang lain. Ahmad von Denffer mengartikan I’jaz sebagai “yang melemahkan, yang meniadakan kekuatan, yang tak tertirukan, yang mustahil”.Sebagaimana telah disebut pada pendahuluan, terma mukjizat biasanya ditemukan dalam kisah para nabi sebagai sebuah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka untuk membuktikan kenabiannya dan mengalahkan para pengingkarnya. Biasanya anugerah itu menyangkut peristiwa yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain di masa itu. Oleh sebab itu sangat umum dikenal pengertian mukjizat sebagaimana didefinisikan Manna’ al Qaththan dengan;
والمعجزة: أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي سالم عن المعارضةMukjizat: Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, serta tidak akan dapat ditandingi, atau defenisi dari Quraish Shihab:“Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu” Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT. Quraish Shihab mengemukakan beberapa unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.Hal atau peristiwa yang luar biasa;
2.terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi;
3.mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian;
4.tantangan itu tidak mampu atau gagal dilayani.
B. Macam-Macam Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu: Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.[5] Mukjizat Rasional (‘aqliyah)Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi
Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat rasional, maka sisi i’jaznya hanya bias diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya. Segi-segi kemukjizatan al-Quran1. Segi bahasa dan susunan redaksinya Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan seudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka.
Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.Dari sini bias disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya ketidak mampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin melakukannya dan memilki sarana yangkuat untuk itu. Maka tahulah kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti pulalah kemukjizatan al- Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap kaum-kaum selain mereka. Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak bias dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya semakin jauh lagi kemustahilan itu bias dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya.Berkaitan dengan masalah pembuktian akan ketidak mampuan bangsa Arab untuk menyainngi al-Quran para ulama banyak memberikan komentar yang mengisyaratkan adanya perbedaan tentang ihwal ketidakmampuan itu bias terjadi. Secara umum pendapat ulama dalam masalah sebab terjadinya fenomena ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi al-Quran ada dua pendapat, yaitu:
a.Muncul dari factor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
b. Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk
melemahkan orang Arab secara intelektual (sharfah)
2. Segi isyarat ilmiahPemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah
dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras
atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya. Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan
pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab
agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada khirnya teori ilmu
pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheheren
dengan al-Quran. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta
penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang
sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar
sekarang ini. Diantaranya adalah :
1.
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat
ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang
padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian
dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang
asal-usul kehidupan yaitu dari air.
2.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum
kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS.
Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya
hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
3.
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,”
(QS. Al-Zalzalah: 6) adanyan pemeliharaan dan pengabadian segala macam
perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah
itu jauh lebih mudah bagi Allah
4.
“Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) dianatara kepelikan penciptaan
manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebtkan kenyataan ilmiah bahwa tidak
ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan
manusia yang lainnya
3. Segi pemberitaan yang ghaibSurat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan al-Quran itu sendiri. Diantara contohnya adalah:a. Keghaiban masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?”[62] Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67) Kisah Fir’aun :
4.
Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih
anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka[1111].
Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.
Al-Qoshosh: 4)
b.
Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di
masa rasulullah. 204. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang
kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas
kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS.
Al-Baqoroh: 204)
c.
Keghaiban masa yang akan dating. Ghulibatir ruum. Fii adnal
‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin (QS. Ar-Rum 2-4)
4. Segi petunjuk penetapan hokum syara’Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran utnuk mengatur kehidupan amanusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Antara lain contohnya :
a.Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-nahl: 90)
b. Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu Kami tetapkan
(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia
seluruhnya[412]. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya
telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah
itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
c. Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS.
Al-Baqarah: 193)
C. Bentuk-Bentuk I’Jaz Al-QuranIjaz al-Qur’an dalam melemahkan manusia untuk mendatangkan
sepadan dengan al-Qur’an terdiri dari aspek lafziah (morfologis), maknawiyah
(semantik) dan ruhiyah (psikologis), semuanya bersandarkan (interchangeable)
dan bersatu, sehingga melemahkan manusia untuk
menandinginya. Ijaz al-Quran bersifat zaty
(essensial), bukan bersifat relatif (idhafy) dan bukan karena sesuatu yang
keluar darinya dan juga bersifat universal sesuai dengan universalitas
al-Qur’an.
Berikut ini bentuk-bentuk Ijaz al-Qur’an yang telah dapat
dicapai oleh akal manusia dan telah diungkapkan para ulama, yaitu :
1.Keharmonisan uslub bahasanya, keindahan dan ketelitian
redaksi-redaksinya, maknanya, hukumnya dan
teorinya.
Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur’an dan betapa indah
susunannya. Tidak ada kontradiksi dan perbedaan di dalamnya, padahal al-Qur’an
membeberkan banyak segi yang dikandungnya, seperti kisah dan nasehat,
argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan peringatan, janji dan ancaman,
kabar gembira dan berita duka serta akhlak mulia dan sebagainya.Abdurrazaq Nawfal dalam al-Ijaz al-Adaby li al-Qur’an al-Karim
mengemukakan tentang keharmonisan dan keseimbangan ushlub bahasa al-Qur’an
sebagai berikut :
2.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya,
seperti :
- Al-hayah (hidup) dan
al-mawt (mati) masing-masing sebanyak 145 kali.
- Al-Naf’u (manfaat) dan al-madharrah (madarat) masing-masing
sebanyak 50 kali.
- Al-har (panas) dan al-bard (dingin) masing-masing sebanyak 4
kali.
- Al-rahbah (takut) dan al-raghbah (harap) masing-masing sebanyak
8 kali.
- Al-shaif (musim panas) dan al-syita (musim dingin)
masing-masing sebanyak 1 kali.
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna
yang dikandungnya, seperti :
- Al-harts dan al-zira’ah (membajak/ bertani) masing-masing
sebanyak 14 kali.
- Al-ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh) masing-masing
sebanyak 27 kali.
- Al-aql dan al-nur (akal/cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali.
- Al-jahr dan al-alaniyah (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali.
- Al-Qur’an, al-wahyu dan al-islam masing-masing sebanyak 70 kali.
4. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang
menunjuk kepada akibatnya, seperti :
- Al-infaq (infak) dengan
al-ridha (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali.
- Al-bukhl (kikir) dengan al-hasarah (penyesalan) masing-masing
sebanyak 12 kali.
- Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq
(neraka/pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali.
- Al-zakat (zakat/penyucian) dengan al-barakah (kebajikan yang
banyak) masing-masing sebanyak 32 kali.
- Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadab (murka) masing-masing
sebanyak 26 kali.
5. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata
penyebabnya, seperti :
- Al-israf (pemborosan) denan
al-sur’ah (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali.
- Al-mauidzah (nasihat) dengan
al-lisan (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali.
- Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang) masing-masing
sebanyak 6 kali.
- Al-salam
(kedamaian) dan al-thayyibat (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali.
6. Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut ditemukan juga
keseimbangan khusus , yaitu :
- Kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali sebanyak
bilangan hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk
plural (ayyam)
atau dua (yaumain) jumlah keseluruhannya hanya 30 kali sama dengan jumlah hari
dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat 12
kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
- Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini
diulangi sebanyak tujuh kali pula yaitu dalam al-Baqarah : 29, al-Isra : 44,
al-Mu’minun : 86, Fushilat : 12, al-Thalaq : 12, al-Mulk : 3 dan Nuh : 15.
Selain itu penjelasannya tentang terciptanya langit dan bumi dalam 6 hari
dinyatakan pula dalam 7 ayat.
- Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Allah , baik rasul, nabi,
basyir dan nazir keseluruhannya berjumlah 518 kali seimbang dengan jumlah
penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut yakni 518 kali.
Al-Qur’an diungkapkan dengan gaya bahasa dan uslub
bermacam-macam dengan pokok bahasan yang bermacam-macam pula yaitu bidang
aqidah, akhlaq dan pembentukan hukum Islam (syar’iyyah tasyri’iyyah), yang satu
sama lainnya tidak terdapat kontradiksi dan pertentangan. Allah swt. telah
memberi petunjuknya dalam Q.S. al-Nisa : 82 sebagai berikut :Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an?
Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapatkan
pertentangan yang banyak di dalamnya.Berdasarkan ayat di atas, seandainya kita temukan ada ayat
al-Qur’an yang lahirnya kontradiktif antara satu ayat dengan ayat lainnya, maka
setelah diadakan pembahasan dan penelitian, tampaklah keserasian dan
keharmonisannya, tidak ada kontradiksi di dalamnya. Seandainya al-Qur’an itu
datang selain dari Allah, niscaya akan didapatkan kontradiksi yang banyak di
dalamnya.
7. Persesuaian ayat-ayat al-Qur’an menurut teori-teori yang telah
diungkapkan oleh ilmu pengetahuan dan isyarat-isyarat ilmiahnya.
Semua persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap
dan meyakinkan merupakan manipestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan
al-Qur’an tidak ada kontradiksi sedikitpun dengannya. Ilmu pengetahuan telah
maju dan telah banyak melahirkan kemajuan yang spektakuler yang tidak ada
pertentangan dengan al-Qur’an. Ini merupakan ijaz al-Qur’an.Al-Qur’an menjadikan pemikiran lurus dan perhatian tepat
terhadap alam dan segala apa yang ada di dalamnya sebagai sarana terbesar agar
makin mantap dan kuat nilai keimanan kepada Allah swt.
Al-Qur’an mendorong manusia agar memikirkan makhluk-makhluk
Allah yang ada di langit dan di bumi[9], memikirkan dirinya sendiri, bumi yang
ditempatinya dan alam yang mengitarinya[10], al-Qur’an membangkitkan kesadaran
ilmiah pada setiap diri manusia untuk memikirkan, memahami dan menggunakan
akal[11], Allah mengumpulkan ilmu falak, botani, geologi dan zoologi sebagai
pendorong rasa takut kepada Allah.Demikianlah ijaz al-Qur’an secara ilmiah terletak pada
dorongannya kepada umat manusia untuk berfikir disamping membukakan kepada
mereka pintu-pintu pengetahuan dan mengajak masuk ke dalamnya dan menerima
segala ilmu pengetahuan yang baru yang mantap dan stabil.Disamping hal-hal di atas, di dalam al-Qur’an terdapat isyarat-isyarat ilmiah yang diungkapkan dalam kontek hidayah, misalnya :
1. Perkawinan tumbuh-tumbuhan itu ada yang zati yaitu tumbuh-tumbuhan yang bunganya mengandung
organ jantan dan betina (putik dan benang sari) dan ada yang khalti yaitu
tumbuh-tumbuhan yang organ jantannya terpisah dari organ betina seperti pohon
kurma, sehingga perkawinannya melalui pemindahan dan sarana pemindahannya
adalah angin. Penjelasan ini terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Hijr : 22 :
Artinya
: Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan).
2. Oksigen sangat penting bagi pernafasan manusia dan oksigen tiu
berkurang pada lapisan-lapisan udara yang tinggi. Semakin tinggi manusia berada
di lapisan udara, maka ia akan merasakan sesak dada dan sulit bernafas. Firman
Allah dalam al-Qur’an urat al-An’am : 125 :
Artinya
: Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan ia sedang mendaki ke langit
3. Langit dan bumi dulunya berasal dari satu gumpalan (kesatuan
kosmos) kemudian terjadi ledakan dahsyat (big bang) yang membuatnya
terpecah-pecah menjadi beberapa planet dan kehidupan membutuhkan air. Firman
Allah dalam al-Qur’an Surat al-Anbiya : 30?
Artinya
: Tidakkah orang-orang kafir melihat bahwa langit dan bumi itu dulunya
merupakan satu yang padu kemudian kami pisahkan keduanya dan Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup itu dari air, maka mengapakah mereka tidak beriman.Demikian pula diisyaratkan bahwa cahaya matahari bersumber dari
dirinya, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)[13].
Jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria sedangkan wanita sekedar mengandung
karena mereka hanya bagaikan ladang dan banyak lagi isyarat-isyarat ilmiah yang
disebutkan al-Quran yang tidak
penulis paparkan dalam makalah singkat ini.
Isyarat-isyarat ilmiah dan yang serupa dengannya yang terdapat
dalam al-Qur’an itu datang dalam kontek petunjuk Ilahi (hidayah ilahiyah) dan
akal manusia boleh mengkaji dan memikirkannya.
3. Pemberitaan-pemberitaan ghaib yakni memberitahukan hal-hal
kejadian yang tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. Yang Maha Mengetahui
hal-hal yang ghaib.
Al-Qur’an telah memberitakan mengenai terjadinya
kejadian-kejadian pada masa yang akan datang yang tidak diketahui yang tak
seorangpun mengetahui hal itu, seperti Firman Allah dalam al-Qur’an surat
al-Rum : 1-4 :Artinya : Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi di negeri
terdekat dan mereka sudah dikalahkan akan menang dalam beberapa tahun lagi.Al-Qur’an telah menceriterakan bangsa-bangsa terdahulu yang
tidak meninggalkan bekas ataupun tanda (prasasti) yang mengandung beritanya.
Hal ini adalah bukti bahwa al-Qur’an di sisi Allah yang tidak tersembunyi untuk
masa sekarang, masa lampau dan masa yang akan datang. Allah swt. memberi
petunjuk dalam Q.S. Hud : 49 :Artinya : Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang
ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad), kamu tidak pernah mengetahuinya
dan tidak ( pula) kaummu sebelum ini.Dalam hal ini seperti kisah Fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa as. dan kaumnya dan tenggelam di laut merah, tetapi
badan Fir’aun diselamatkan sebagaimana diberitakan dalam Q.S. Yunus : 92
Artinya : Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu agar kamu
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.Tidak seorangpun mengetahui
hal tersebut, karena hal itu terjadi sekitar 1200 tahun sebelum masehi. Pada
awal abad ke 19 tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di
lembah raja-raja Luxor Mesir, satu mumi yang dari data-data sejarah terbukti
bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah yang pernah mengejar Nabi Musa
as. Selain itu pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith mendapat izin dari
pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut mumi Fir’aun tersebut. Apa
yang ditemukan adalah jasad utuh seperti yang diberitakan al-Qur’an. Setiap
orang yang berkunjung ke Museum Kairo akan dapat melihat jasad Fir’aun tersebut[16].
4. Kefashahan lafaz al-Qur’an, Kebalaghahan bahasanya dan Kekuatan
Pengaruhnya.
Di dalam al-Qur’an tidak terdapat lafaz yang tidak enak untuk
didengar (tidak memenuhi sasaran) atau tanafur (kekacauan susunan). Ungkapan
gaya bahasanya yang relevan dengan situasi dan kondiisi telah mencapai ukuran
balaghah (sastra) yang tertinggi. Hal ini akan lebih jelas dan terasa bagi
orang yang memiliki dzauq Arabi (daya rasa bahasa Arab) dalam beberapa kata
tasybih (kata-kata yang relatif) di dalam al-Qur’an, beberapa kalam matsal
(kalimat ungkapan), beberapa hujjah (argumentasi), mujadalah (dialog-dialog)
dan dalam menetapkan pedoman-pedoman yang benar atau di dalam menghinakan orang
yang berbuat bathil dan dalam mengungkapkan tiap-tiap makna (amanat) dan tujuan
yang dimaksudkan.Adapun kekuatan pengaruhnya terhadap jiwa sekaligus
penguasaannya secara maknawi (spiritual) terhadap jiwa dan hati, bisa dijiwai oleh
setiap orang yang meresapi, yang mempunyai ketajaman daya tangkap mata hati.Bagi kita cukup dengan bukti bahwa al-Qur’an tidak membosankan
pendengaran dan selalu up to date.
. Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu al-Adadi Lil Qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazil Qur’an itu ada 4 macam, adalah sebagai berikut:
1) Al-I’jazul Balaghi yaitu kemukjizatan segi sastra balaghahnya, yang muncul ada pada masa peningkatan mutu sastra Arab.2) Al-I’jazut Tasyri’i yaitu kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajarannya yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum syari’at Islam.3) Al-I’jazul Ilmu yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di kalangan umat Islam.4) Al-I’jazul Adadi, yaitu kemukjizatan segi quantity / matematis, statistik yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang.DAFTAR PUSTAKA
Abi alFadl Jalaludin Muhammad, Lisan al-Arab, juz V, Dar el-Fikr, Libanon Hamzah, Muchotob (2003). Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta:
Gama Media ISBN 979-95526-1-3 Manna Khalil Qattan, Mabahis Fi ulum al-Qur’an (Muzakir, pen.), Jakarta : Lentera Nusantara,1992..
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon fi ulumi al-Quran, juz II, Muassasah al-kutub as-Saqofiyah, Mesir M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, Dar el-Kutub al-Ilmiyah, Beirut